#SIP Computer Base Information System

 

A. Computer Base Information System

1. Computer Base Information System

Srce.gif

a). Definisi Computer Base Information System

Menurut Apriliani (2016), Sistem informasi berbasis komputer merupakan suatu sistem pengolahan data menjadi informasi yang berkualitas dan digunakan senbagai alat bantu dalam pengambilan keputusan, koordinasi dan kendali serta visualisasi dan analisis.

Menurut  Wahyono (2013), Computer Based Information System (CBIS) atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut juga Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan sistem pengolah data menjadi sebuah Informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk suatu alat bantu pengambilan keputusan

Menurut Cegielsky & Reiner (2011) Computer Based Information System (CBIS) adalah sistem informasi yang menggunakan teknologi komputer untuk mengerjakan beberapa tugas dan mengambil keputusan.

Menurut Laudon & Laudon (2008), Computer Based Information System (CBIS) adalah sistem informasi pemrosesan dan penyebaran informasi yang mengandalkan peranti keras dan lunak komputer.

 

Hasil gambar untuk evolusi komputer

b). Evolusi Sistem Informasi Berbasis Komputer

Seiring dengan perkembangan jaman, sistem informasi berbasis komputer mengalamievolusi. Usaha penerapan komputer dalam bidang bisnis terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi, informasi dan telekomunikasi.

Evolusi perkembangan sistem informasi berbasis komputer ada beberapa tahap yaitu :

1). Berfokus pada data (EDP)

Didukung dengan munculnya punched card dan keydriven bookkeeping machines, dan perusahaan umumnya mengabaikan kebutuhan informasi para manajernya. Pada tahap ini aplikasi Accounting Information System (AIS) menggunakan computer hanya untuk pengolahan data perusahaan yang bersifat sederhana, di mana informasi untuk manajemen masih merupakan produk sampingan. Aplikasi yang digunakan adalah Sistem Informasi Akuntasi (SIA).

2). Berfokus pada informasi (MIS)

Seiring dengan diperkenalkannya generasi baru alat penghitung yang memungkinkan untuk bisa melakukan pemrosesan lebih banyak, hal tersebut diorientasikan untuk konsep penggunaan komputer sebagai sistem informasi manajemen (SIM). Perngertian menurut tokoh lain yaitu integrasi manusia atau mesin guna menyediakan informasi untuk mendukung fungsi operasional manajemen dan pengambilan keputusan pada suatu organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi komputer harus diterapkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan informasi manajemen.

3). Berfokus pada penunjang keputusan (DSS)

lmuwanan dari MIT (Messachusetts IT) memformulasikan sistem pendukung keputusan atas DSS, DSS adalah sistem penghasil informasi yang ditujukan pada suatu masalah tertentu dan harus dipecahkan serta diambil keputusannya oleh manajer. Sistem komputer yang interaktif yang membantu pembuatan keputusan dalam menggunakan dan memanfaatkan data & model untuk memecahkan masalah yang tidak terstruktur. Agar dapat memberikan dukungan untuk pembuatan keputusan pada masalah yang semi atau tidak terstruktur, memberikan dukungan pembuatan keputusan kepada manajer pada semua tingkat untuk membantu integrasi antar tingkat, dan meningkatkan efektifitas manajer dalam pembuatan keputusan & bukan peningkatan efisiennya.

4). Berfokus pada komunikasi (OA)

Semua sistem elektronik formal dan informal terutama yang berkaitan dengan komunikasi informal ke dan dari orang-orang di dalam maupun di luar perusahaan. OA memudahkan komunikasi dan meningkatkan produktivitas diantara manajer dan pekerja kantor melalui penggunaan alat-alat elektronik. OA telah berkembang dalam berbagai bentuk aplikasi seperti konferensi jarak jauh (teleconference), voice mail, email, electronic calendaring, facsimile transmission, dan dekstop publishing.

5). Berfokuspada konsutasi (AI)

Program komputer yang berfungsi seperti manusia yaitu memberi konsultasi kepada pemakai mengenai cara pemecahan masalah. Ide dasar AI adalah komputer dapat diprogram untuk melaksanakan sebagian penalaran yang logis sama halnya seperti manusia. Sistem pakar adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai seorang spesialis dalam suatu bidang. Sedangkan sistem yang menggambarkan segala macam sistem yang menerapkan kecerdasan buatan untuk pemecahan masalah dinamakan dengan sistem berbasis pengetahuan (knowledge bases sistems).

Hasil gambar untuk data gif

2. Data

a). Hierarki Data

Menurut Kadir (2004), secara tradisional data diorganisasikan ke dalam suatu hirarki yang terdiri atas elemen data, rekaman (record) dan berkas (file). Elemen data merupakan satuan data terkecil yang tidak dapat dipecah lagi menjadi unit lain yang bermakna. Sedangkan rekaman adalah gabungan sejumlah elemen data yang saling terkait; dan berkas merupakan himpunan seluruh rekaman yang bertipe sama membentuk sebuah berkas.

Hirarki data adalah sebuah gambaran berbentuk seperti tree atau flowchart yang digunakan untuk penjelaskan penggabungan elemen-elemen dari tingkat sebelumnya ke tingkat setelahnya atau jalannya suatu program yang telah diolah didalam database (menggambarkan realita dalam sebuah organisasi ke bentuk data komputer.

Hasil gambar untuk hirarki data
Dalam mengorganisasikan data dikenal istilah hirarki data yang terdiri dari elemen database, files, character, field record (catatan) dan bits.

Hasil gambar untuk penyimpanan data

b). Penyimpanan Data

Penyimpanan data komputer, berasal dari bahasa Inggris “computer data storage” sering disebut sebagai memori komputer, merujuk kepada komponen komputer, perangkat komputer, dan media perekaman yang mempertahankan data digital yang digunakan untuk beberapa interval waktu.

Penyimpanan sekunder pada database terdapat 2 macam yaitu :
SASD (Penyimpanan berututan) dan DASD (Penyimpanan akses langsung/ Medium file master yang baik).
Dua jenis Penyimpanan Sekunder :

(1) Penyimpanan Berurutan / Sequential Access Storage Device (SASD) ;
Media penyimpan untuk mengisikan record yang diatur dalam susunan tertentu. Data pertama harus diproses pertama kali, data kedua diproses kedua kali, dst.
(2) Penyimpanan Akses Langsung / Direct Access Storage Device (DASD) ;
Mekanisme baca atau tulis yang diarahkan ke record tertentu tanpa pencarian secara urut. Komputer mikro memiliki disk drive dan hard disk.
Hasil gambar untuk transfer data gif

c). Pemrosesan Data

Pemrosesan data ada 2 cara, anda dapat menjalankan setiap transaksi secara terpisah, atau anda dapat menggabungkan beberapa transaksi dan memprosesnya secara bersama-sama sebagai batch. Bila transaksi diprosses secara terpisah, hal tersebut dikenal dengan istilah online processing (pemrossesan online). Sedangkan pemrosesaan transaksi seringkali digunakan tetapi ini akan menjadi rancu, karena istilah tersebut juga di gunakan untuk menjelasakan aplikasi pemrosesan data. Untuk menghindari kerancuan tersebut anda dapat menggunakan istilah pemrosesan online.
   a. Pengolahan Batch
Pengolahan batch mencakup pengumpulan semua transaksi dan pemrosesan sekaligus, dalam batch. Yang menentukan jenis pemrosesan adalah jenis aplikasi perusahaan. Jika pemrosesan tidak perlu dilakukan ketika terjadi transaksi, pengolahan batch dapat digunakan. Sistem gaji adalah contoh aplikasi pengolahan batch. Kelemahan utama pengolahan batch adalah kenyataan bahwa file baru menjadi mutakhir setelah dilakukan siklus harian. Ini berarti manajemen tidak selalu memiliki informasi paling mutakhir yang menggambarkan sistem fisik.
   b. Pengolahan Online
Pengolahan online mencakup pengolahan transaksi satu persatu, kadang pada saat transaksi itu terjadi transaksi lain. Karena pengolahan online berorientasi transaksi, istilah pemrosesan transaski sering digunakan. Pengolahan online dikembangkan untuk mengatasi masalah file yang ketinggalan jaman. Terobosan teknologi yang memungkinkan pengolahan online adalah penyimpanan piringan magnetik.
   c. Sistem Realtime
Istilah realtime sering digunakan berhubungan dengan sistem komputer. Sistem realtime adalah suatu sistem yang mengendalikan sistem fisik. Sistem ini mengharuskan komputer merespons dengan cepat pada status sistem fisik.

Hasil gambar untuk database

d). Data Base

1). Permulaan database

Era permulaan database ditandai dengan :

  1. Pengulangan data
  2. Ketergatungan data
  3. Kepemilikan data yang tersebar

2). Konsep database

Konsep database adalah integrasi logis dari catatan-catatan file. Tujuan dari konsep database adalah meminimumkan pengulangan dan mencapai independensi data. Independensi data adalah kemampuaan untuk membuat perubahan dalam struktur data tanpa membuat perubahan pada program yang memproses data. Independensi data dicapai degan menempatkan spesifikasi dalam tabel & kamus yg terpisah secara fisik dari program. Program mengacu pada tabel untuk mengakses data.

3). Struktur database

  1. File
  2. Record atau catatan
  3. Elemen data

4). Keunggulan dan kelemahan database dan DataBase Management System (DBMS)

  • Keunggulan (Djahir &Pratita, 2014):

a. Mengurangi pengulangan data.

Jumlah total file dikurangi dengan menghapus file-file duplikat. Juga hanya terdapat sedikit data yang sama dibeberapa file

b. Mencapai independensi data.

Spesifikasi data disimpan dalam skema daripada dalam tiap program aplikasi. Perubahan dapat dibuat pada struktur data tanpa mempengaruhi program yang mengakses data.

c. Mengintegrasikan data dari beberapa file.

Saat file dibentuk sehingga menyediakan kaitan logis, organisasi fisik tidak lagi menjadi kendala.

d. Mengambil data dan informasi secara cepat.

Hubungan logis query language memungkinkan pemakai mengambil data dalam hitungan detik atau menit, yang sebelumnya mungkin memerlukan beberapa jam atau hari.

e. Meningkatkan keamanan.

  • Kerugian DBMS :
  1. Memperoleh perangkat lunak yang mahal.
  2. Memperoleh konfigurasi perangkat keras yang besar.
  3. Memperkerjakan dan mempertahankan staf database manipulation system

B. Sistem Pakar & Artificial Intelligence

Hasil gambar untuk artificial intelligence

1. Definisi Artificial Intelligence

Hasil gambar untuk artificial intelligence

Menurut dictionary.com Artificial Intelligence adalah kapasitas komputer untuk melakukan operasi dengan pembelajaran dan pengambilan keputusan pada manusia, seperti dengan expert system, sebuah program CAD atau CAM, atau program untuk persepsi dan pengakuan dari bentuk dalam sistem visi komputer.

Menurut Harris (2011), Artificial intelligence adalah ilmu yang menciptakan mesin untuk memecahkan masalah dan melakukan pekerjaan yang terlalu rumit untuk dilakukan oleh otak manusia.

Menurut Ertel (2011), Artificial intelligence adalah kemampuan komputer digital atau komputer panggilan robot untuk memecahkan masalah yang biasanya dikaitkan dengan kemampuan pengolahan intelektual  yang lebih tinggi dari manusia.

Menurut Whitby (2009), Artificial intelligence adalah studi tentang perilaku yang cerdas (dalam manusia, hewan, dan mesin) dan upaya untuk menemukan cara-cara di mana perilaku seperti itu bisa direkayasa di setiap jenis artifact.it adalah salah satu yang paling sulit dan boleh dibilang yang paling mengejutkan bagi penemuan yang pernah dilakukan oleh kemanusiaan .

2. Definisi Sistem Pakar

Hasil gambar untuk expert system

Sistem pakar merupakan salah satu bidang teknik kecerdasan buatan yang cukup diminati karena penerapannya diberbagai bidang baik bidang ilmu pengetahuan maupun bisnis yang terbukti sangat membantu dalam mengambil keputusan dan sangat luas penerapanya. Sistem pakar adalah suatu sistem komputer yang dirancang agar dapat melakukan penalaran seperti layaknya seorang pakar pada suatu bidang keahlian tertentu.

Ciri – ciri Sistem Pakar

  • Terbatas pada domain keahlian tertentu.
  • Dapat memberikan penalaran untuk data data yang tidak pasti.
  • Dapat mengemukan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami.
  • Berdasarkan pada kaidah/rRule tertentu.
  • Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap.
  • Keluaranya bersifat anjuran.

Hasil gambar untuk AI dan manusia

3. Hubungan Artificial Intelligence dengan kognisi manusia

               Kognisi manusia adalah aktifitas mental yang menggambarkan pemerolehan, penyimpanan, transformasi dan menggunakan pengetahuan. Pengenalan pola seperti menafsirkan rupa-rupa garis dan baris yang membentuk huruf dan kata. Otak manusia secara aktif mengolah info yang diterima dan mengubah dalam bentuk dan kategori yang baru.

               Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasanatau inteligensi. Selain itu banyak bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, seperti  psikologi, filsafat,  komunikasi, neurosains, serta kecerdasan buatan (AI).

               Menurut Turban pada tahun 1995, Sistem pakar adalah program komputer yang menirukan seorang pakar dengan keahlian pada suatu wilayah pengetahuan tertentu. Permasalahan yabng di tanganin seorang pakar jelas bukan hanya alogaritma, namun lebih dari itu seorang pakar biasanya menyelesaikan masalah yang lebih rumit dan pemahamannya sulit utuk di pahami. Sistem pakar juga demikian, bukan hanya berisi alogaritma namun juga pengetahuan dan aturan.

               Sistem pakar biasanya sering digunakan dalam bidang ekonomi, kepentingan bisnis, keuangan, teknologi dan kedokteran. Pada dasarnya sistem pakar di terapkan untuk mendukung aktivitas pemecahan masalah. Ternyata banyak aktivitas pemecahan masalah yang dilakukan oleh sistem pakar, diantaranya adalah decision making (pembuat keputusan), knowledge fusing (pemaduan pengetahuan), designing (mendisain),planning (perencanaan), forecasting (perakitan), regulating (pengaturan), controlling (pengendalian), diagnosing (mendiagnosa), prescribing (perumusan), explaining (penjelasan), adbvising (pemberian nasihat), dan tutoring (pelatihan). Selain itu sistem pakar juga bisa menjadi asistem seorang pakar (atau saingan).

4. Artificial Intelligence dan Sistem Pakar

Hasil gambar untuk AI and expert system

               Sistem pakar mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1960-an oleh Artificial Intelligence Corporation. Periode penelitian artificial intelligence ini di dominasi oleh suatu keyakinan bahwa nalar yang digabung dengan komputer canggih akan menghasilkan prestasi pakar atau bahkan manusia super. Suatu usaha ke arah ini adalah General Purpose Problem- Solver (GPS). GPS yang berupa sebuah prosedur yang dikembangkan oleh Allen Newel, John Cliff  Shaw, dan Herbert Alexander Simon dari Logic Theorist merupakan sebuah percobaan untuk menciptakan mesin cerdas. GPS sendiri merupakan sebuah precedessor menuju Expert Sistem (ES) atau yang sekarang kita sebut dengan Sistem Pakar. GPS berusaha untuk menyusun langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengubah situasi awal menjadi state tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

                        Pada dasarnya sistem pakar merupakan cabang dari kecerdasan buatan, yaitu dengan menyimpan kepakaran dari pakar manusia ke dalam komputer dan meyimpan pengetahuan di dalam komputer sehingga memungkinkan user dapat berkonsultasi layaknya dengan pakar manusia. Di dalam kecerdasan buatan ada 2 bagian utama yag dibutuhkan yaitu Knowledgebase dan Inference Engine. Lingkup utama dalam kecerdasan buatan salah satunya adalah system pakar. Didalam system pakar sendiri terdapat 3 bagian utama, yaitu Knowledgebase dan Working Memory yang diolah dalam Inference Engine sehingga menghasilkan suatu pemecahan atas suatu masalah

a). Eliza

Hasil gambar untuk eliza AI

Eliza adalah salah Sistem Pakar yang dikembangkan pada tahun 1966. Ini adalah program computer terapis yang dibuat oleh Joseph Weizenbaum di MIT. Pengguna berkomunikasi dengannya sebagaimana sedang berkonsultasi dengan seorang terapis.

b). Parry

Hasil gambar untuk parry

Parry adalah Sistem Pakar yang dikembangkan di Stanford University oleh seorang psikiater, Kenneth Colby, Hilf, Webber dan Kreamer pada tahun 1972 yang mensimulasikan seorang paranoid sebagai subjek karena beberapa teori menyebutkan bahwa proses dan sistem paranoid memang ada, perbedaan respon psikotis dan respon normalnya cukup hebat, dan mereka bisa menggunakan penilaian dari seorang ahli untuk mengecek keakuratan dari kemampuan pemisahan antara respon simulasi computer dan respon manusia.

c). NETtalk

Hasil gambar untuk nettalk

NETtalk program ini jenisnya cukup bebeda, berdasarkan pada jaring-jaring neuron, sehingga dinamakan  NETtalk. Program ini dikembankan oleh Sejnowki disekolah medis Harvard dan Rosenberg di universitas Princeton. Dalam program ini , NETtalk membaca tulisan dan mengucapkannya keras-keras

5. Peranan Artificial Intelligence dalam psikologi 

Hasil gambar untuk pusheen gif transparent

DAFTAR PUSTAKA

Wahyono, T. (2013). Computer based information system (CBIS).

Laudon, J.P., Laudon, K.C. (2008). Sistem informasi manajemen edisi 10. Jakarta: Salemba Empat

Rainer, K.R., Cegielsky, G.C. (2011). Information systems: Supporting and transforming bussiness. USA: John Willey & Sons Inc.

Ervan, H. (2016). Computer based information system (CBIS). https://www.kompasiana.com/ervanhasby/sistem-informasi-berbasis-komputer-cbis_5718ef2f61afbdc10a007217 

Kadir. A. (2004).Konsep & Tuntunan Praktis Basis Data. Yogyakarta: Andi

Harris, M.C. (2011). Artificial intelligence. US: Marshall Cavendish Benchmark

Ertel, W. (2011). Introduction to artificial intelligence. New York: Springer

Whitby, B. (2009). Artificial Intelligence. New York: The Rosen Publishing Group Inc.

Gambar terkait

Sistem Informasi Psikologi

#SIP Pengertian Informasi dan Sistem 

A. Definisi Informasi 

Menurut Rommey & Steinbart (2015), informasi adalah datayang telah dikelola dan di proses untuk memberikan arti dan memperbaiki proses pengambilan keputusan.

Menurut Hartono (1999), informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian – kejadian (event) yang nyata (fact) yang digunakan untuk pengambilan keputusan.

Menurut Bodnar & Hopwood (2000), Informasi adalah data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat

Sedangkan, Menurut Davis (1991), informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang.

Menurut Gelinas dan Dull (2012:19), Ada beberapa karakteristik informasi yang berkualitas, yaitu:

1. Effectiveness: berkaitan dengan informasi yang relevan dan berkaitan dengan proses bisnis yang di sampaikan dengan tepat waktu, benar, konsistem dan dapat digunakan.

2. Efficiency: informasi yang berkaitan melalui penyediaan informasi secara optimal terhadap penggunaan sumber daya.

3. Confidentiality: karakteristik informasi yang berkaitan dengan keakuratan dan kelengkapan informasi serta validitas nya sesuai dengan nilai-nilai bisnis dan harapan.

4. Integrity: karakteristik informasi yang berkaitan dengan perlindungan terhadap informasi yang sensitif dari pengungkapan yang tidak sah.

5. Availability: suatu karakteristik informasi yang berkaitan dengan informasi yang tersedia pada saat diperlukan oleh proses bisnis baik sekarang, maupun di masa mendatang, hal ini juga menyangkut perlindungan sumber daya yang diperlukan dan kemampuan yang terkait.

6. Compliance: yaitu karakteristik informasi yang berkaitan dengan mematuhi peraturan dan perjanjian kontrak dimana proses bisnis merupakan subjek nya berupa kriteria bisnis secara internal maupun eksternal.

7. Reliability: karakteristik informasi yang berkaitan dengan penyediaan informasi yang tepat bagi manajemen untuk mengoperasikan entitas dan menjalankan tanggung jawab serta tata kelola pemerintahan.

B. Definisi Sistem

Menurut Gelinas & Dull (2012), Sistem merupakan seperangkat elemen yang saling bergantung yang bersama-sama mencapai tujuan tertentu. Dimana sistem harus memiliki organisasi, hubungan timbal balik, integrasi dan tujuan pokok.

Menurut Romney & Steinbart (2015), sistem adalah suatu rangkaian yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang saling berhubungan dan saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan dimana sistem biasa nya terbagi dalam sub system yang lebih kecil yang mendukung system yang lebih besar.

Menurut Kusrini (2007) sistem adalah sebuah tatanan yang terdiri atas sejumlah komponen fungsional (dengan tugas/fungsi khusus) yang saling berhubungan dan secara bersama-sama bertujuan untuk memenuhi suatu proses/pekerjaan tertentu.

C. Definisi Sistem Informasi Psikologi

1. Definisi Psikologi

Menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.

Chaplin (2010) menyebutkan bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan.

2. Definisi Sistem Informasi

Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2012), Sistem informasi merupakan kumpulan dari komponen-komponen yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan output dari setiap informasi yang dibutuhkan dalam proses bisnis serta aplikasi yang digunakan melalui perangkat lunak, database dan bahkan proses manual
yang terkait.

Menurut Gelinas & Dull (2012) Sistem Informasi adalah sistem yang di buat secara umum berdasarkan seperangkat komputer dan komponen manual yang dapat dikumpulkan, disimpan dan diolah untuk menyediakan output kepada user.

Menurut Stair & reynolds (2012), Sistem Informasi adalah suatu sekumpulan elemen atau komponen berupa orang, prosedur, database dan alat yang saling terkait untuk memproses, menyimpan serta menghasilkan informasi untuk mencapai suatu tujuan (goal).

 

#SIP Komputer dan Kognisi

A. Arsitektur Komputer

Apa itu Artificial Intelligence??

Arsitektur Komputer adalah sebuah ilmu untuk tujuan perancangan sistem komputer. Tujuan seorang arsitek komputer adalah merancang sebuah sistem dengan kinerja yang tinggidengan biaya yang layak, memenuhi persyaratan persyaratan lainnya. “Arsitektur Komputer” memberikan berbagai atribut pada sistem komputer yang dibutuhkan oleh seorang perancang software sistem untuk mengembangkan suatu program.

Arsitektur komputer  dapat dikategorikan sebagai ilmu dan sekaligus sebagai suatu seni mengenai cara interkoneksi antara berbagai komponen perangkat keras atau hardware untuk dapat menciptakan sebuah komputer yang dapat memenuhi kebutuhan fungsional, kinerja, dan juga target biayanya. Dalam bidang teknik komputer, definisi arsitektur komputer adalah suatu konsep perencanaan dan juga struktur pengoperasian dasar dari suatu sistem komputer atau ilmu yang bertujuan untuk perancangan sistem komputer.

Komponen-komponen Arsitektur Komputer :
1. Unit masukan (Input Unit) : Berfungsi untuk menerima masukan (input) kemudian membacanya dan diteruskan ke memory / penyimpanan.
2. Unit kontrol (Control Unit) : Berfungsi untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pengendalian seluruh sistem komputer.
3. Unit logika dan aritmatika (Arithmetic & Logical Unit / ALU) : Berfungsi untuk melaksanakan pekerjaan perhitungan atau aritmatika & logika seperti menambah, mengurangi, mengalikan, membagi dan memangkatkan.
4. Unit memori / penyimpanan (Memory / Storage Unit) : Berfungsi untuk menampung data/program yang diterima dari unit masukan sebelum diolah oleh CPU dan juga menerima data setelah diolah oleh CPU yang selanjutnya diteruskan ke unit keluaran.
5. Unit keluaran (Output Unit) : Berfungsi untuk menerima hasil pengolahan data dari CPU melalui memori.

B. Sistem Kognisi Manusia

Menurut Piaget (1896) struktur kognitif merupakan mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan dan menginterpretasi, mereorganisasi, serta mentransformasikannya.

Menurut Abdulkarim (2008) struktur kognitif adalah keseluruhan pengetahuan yang dapat dijadikan landasan untuk memahami dan manfsirkan dunia dan kejadian-kejadian. Sedangkan manusia (Abdulkarim, 2005), secara kodrati merupakan makhluk monodualistis, artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial.

Struktur kognitif seseorang tidak lain adalah organisasi pengetahuan faktual yang diperoleh dari lingkungan. Struktur kognitif yang terbentuk dari informasi lingkungan sebagai suatu stimulus dari lingkungan yang selalu berubah, maka struktur kognitif atau pengetahuan pun akan terus berkembang.

C. Kaitan Arsitektur dengan Sistem Kognisi Manusia

Terdapat hubungan antara arsitektur komputer dan struktur kognisi manusia. Komputer dan kognisi manusia hampir sama yaitu mampu memproses informasi. Komputer dapat memproses informasi dikarenakan oleh kognisi (otak) manusia yang mengoperasikannya. Itulah sebabnya arsitektur computer dan struktur kognisi manusia berhubungan.
Komputer dan kognisi memiliki persamaan dalam hal memproses informasi. Jika dikaitkan dengan arsitektur komputer yang memiliki pengertian sebagai konsep perencanaan dan struktur pengoperasian dasar dari suatu sistem komputer, maka kognisi manusia pun mampu melakukan sebuah perencanaan dan turut berperan penting dalam pembuatan suatu sistem dari komputer.
Manusialah yang menciptakan komputer dengan sistem yang menyerupai kognisi manusia dengan maksud mempermudah manusia dalam pekerjaannya. Karena manusia memiliki otak yang melakukan proses memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan, berbahasa yang disebut sebagai kognisi. Hal ini juga behubungan dengan kognitif manusia dalam mengingat informasi.

D. Kekurangan dan Kelebihan Arsitektur bila dibandingkan dengan Kognisi Manusia

Kelebihan dan kekurangan dari arsitektur komputer
Kelebihan:

  1. Memiliki processor yang berjumlah lebih dari satu
  2. Bisa digunakan oleh banyak pengguna (multi user)
  3. Dapat membuka beberapa aplikasi dalam waktu bersamaan
  4. Kecepatan kerja processornya hingga 1GOPS (Giga Operations Per Second)

Kekurangan:

  1. Karena ukurannya yang besar, maka diperlukan ruangan yang besar untuk menyimpannya
  2. Harganya sangat mahal
  3. Interface dengan pengguna masih menggunakan teks
  4. Membutuhkan daya listrik yang sangat besar

Kelebihan dan kekurangan dari struktur kognisi

Kelebihan :

  1. Struktur kognisi lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas
  2. Banyak memberi motivasi agar terjadi proses belajar
  3. Mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal

Kekurangan :

  1. Membutuhkan waktu yang cukup lama
  2. Terkadang sulit mengaplikasikannya dikehidupan sehari-hari, karena tergantung individu masing-masing dalam mengoptimalkan cara berpikir mereka

Daftar Pustaka 

Bodnar, G.H., Hopwood, W.S. (2000). Sistem informasi akuntansi. Jakarta: Salemba

Hartono, J. M. (1999).  Analisis dan desain informasi: Pendekatan terstruktur teori dan praktek aplikasi bisnis. Yogyakarta: Andi Offset

Dakir. (1993). Dasar-dasar psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Davis, G. B. (1991). Kerangka dasar sistem informasi manajemen. Jakarta: PT Pustaka Binamas Pressindo

Romney, M.B., Steinbart, P. J. (2015). Accounting information systems 13th edition. UK: Pearson Educated Limited

Gellinas, U. J., Dull, R.B. (2012). Accounting information systems, 9th ed. USA: South-Western Cengage Learning

Kusrini. (2007). Strategi perancangan dan pengelolaan basis data. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Stair, R.M, Reynolds, G.W. (2012) .Principles of Information Systems 11th Edition. USA: Cengage Learning

Satzinger, J.B., Jackson, R.B., Burd, S.D. (2012). Introduction to systems analysis and design: An agile, iterative approach. 

Chaplin, J.P. (2010). Dictionary of psychology. USA: Turtleback Books

Abdulkarim, A. (2005). Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: Grafindo Media Pratama.

 

Rangkuman

JENIS – JENIS TERAPI

1. ANALISIS RESISTENSI

A. Definisi Resistensi

Resistance didalam bahasa inggris berasal dari kata resist dan ance yang menunjukkan pada posisi sebuah sikap yang cenderung untuk berperilaku bertahan, menentang, berusaha melawan, dan upaya oposisi. Resistensi merupakan sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari.

Resistensi adalah pengulangan semua operasi defensif yang telah digunakan pasien dalam kehidupan masa lampaunya. Semua variasi gejala psikis mungkin digunakan untuk tujuan resistensi dan resistensi itu beroperasi melalui ego pasien. Meskipun beberapa aspek dari suatu resistensi mungkin sadar, namun suatu bagian yang penting diadakan oleh ego tak sadar.

B. Tujuan Analisis Resistensi

Analisis → untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi.

Tujuannya → mencegah material-material mengancam yang akan memasuki kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal – hal yang tidak disadarinya. Pada tingkat paling sederhana, resistensi itu melibatkan secara sengaja untuk tidak menaati aturan fundamental.

C. Teori Analisis Resistensi

Dalam hal ini diuraikan dua hal, yakni hubungan antara resistensi dan pertahanan serta hubungan antara resistensi dan regresi.

  1. Resistensi dan Pertahanan

Istilah resistensi mengacu pada semua operasi defensif dari perlengkapan mental ketika mereka dibangkitkan dalam situasi analitik.

Pertahanan mengacu pada usaha melindungi diri terhadap bahaya dan rasa sakit serta harus dibedakan dari aktivitas-aktivitas insting yang mencari kenikmatan dan pelepasan. Dalam situasi psikoanalitik, pertahanan memanifestasikan dirinya sebagai resistensi. Freud menggunakan dua istilah tersebut dengan arti yang sama dalam hampir semua tulisannya. Fungsi dari pertahanan pertama-tama adalah fungsi ego, meskipun setiap gejala psikis dapat digunakan untuk tujuan-tujuan defensif.

Pada dasarnya resistensi beroperasi dalam pasien pada ego tak sadarnya, meskipun aspek-aspek tertentu dari resistensinya mudah dicapai oleh ego yang mengamati dan menilai. Kita harus membedakan antara fakta bahwa pasien mengadakan resistensi, bagaimana ia mengadakan resistensi, apa yang dicegahnya, dan mengapa ia mengadakan resistensi (Fenichel, 1941).

Konsep pertahanan mengandung dua unsur pokok, yakni bahaya dan agen untuk melindungi. Konsep resistensi terdiri dari tiga agen, yakni bahaya, kekuatan yang memaksa untuk melindungi ego (irasional), dan kekuatan yang memaksa untuk mengambil risiko, ego pra-adaptif. Kesamaan lain antara pertahanan dan resistensi ialah memiliki hierarki.

  1. Resistensi dan Regresi

Regresi adalah konsep deskriptif yang berarti kembali pada suatu bentuk aktivitas mental lebih awal dan lebih primitif (Freud, 1916). Orang-orang cenderung kembali ke tempat-tempat berhenti yang telah menjadi tempat-tempat fiksasi pada masa lebih awal. Fiksasi dan regresi merupakan rangkaian yang saling melengkapi, meskipun demikian kita harus diperhatikan bahwa fiksasi adalah suatu konsep perkembangan sedangkan regresi merupakan suatu defensif. Fiksasi-fiksasi disebabkan oleh disposisi yang dibawa sejak lahir, faktor-faktor konstitusional, dan pengalaman-pengalaman yang membentuk suatu rangkaian saling melengkapi. Fiksasi bisa timbul karena :

 (1) adanya harapan yang tidak bisa hilang bahwa orang pada akhirnya memperoleh kepuasan yang dirindukan, dan

(2) frustrasi menyebabkan dorongan-dorongan tidak bisa berkembang karena direpresikan.

Regresi dimotivasikan oleh pelarian dari rasa sakit dan bahaya. Regresi bisa terjadi berkenaan dengan hubungan-hubungan objek dan organisasi seksual (Freud, 1916). Regresi menempati suatu posisi khusus diantara pertahanan-pertahanan, dan rupanya ada sedikit keraguan apakah regresi itu benar-benar tergolong dalam pertahanan-pertahanan (A. Freud, 1936).

Penyebab langsung dari dari resistensi adalah selalu menghindari suatu afek yang menyakitkan, seperti kecemasan, rasa bersalah, atau malu. Di balik motif ini akan ditemukan suatu impuls instingtual yang telah memicu afek yang menyakitkan itu. Pada akhirnya orang akan menemukan bahwa penyebabnya adalah ketakutan terhadap suatu keadaan traumatik yang coba dihindari oleh resistensi (A. Freud, 1936).

D. Ciri Analisis Resistensi

Ciri terapi psikoanalitik adalah menganalisis resistensi dengan teliti dan sistematis, sedangkan tugas psikoanalisis tidak lain adalah mengungkapkan bagaimana pasien menentang, apa yang ditentang, dan mengapa ia menentang.

E. Klasifikasi Analisis Resistensi

Ada banyak cara mengklasifikasikan resistensi-resistensi. Cara praktis yang sangat penting ialah membedakan resistensi ego-syntonic dan ego-alien. Apabila seorang pasien merasa bahwa suatu resistensi asing baginya, maka ia siap mengerjakannya secara analitik. Bila resistensi itu adalah ego-syntonic, ia mungkin menyangkal adanya, meremehkan maknanya, atau merasionalisasikannya. Salah satu langkah awal yang sangat penting dalam menganalisis suatu resistensi adalah memasukkannya ke dalam resistensi ego-alien pasien.

F. Macam-Macam Resistensi

 Freud mengikhtisarkan lima macam resistensi, yaitu:

  1. Resistensi represi
  2. Resistensi transferensi
  3. Resistensi untuk melepaskan keuntungan yang didapat dari keadaan sakitnya
  4. Resistensi id, yang mungkin menolak perubahan pada cara pemuasannya dan merasa perlu untuk menelaah medium pemuasan baru
  5. Resistensi yang berasal dari superego, rasa bersalah atau kebutuhan akan hukuman yang tidak disadari yang menolak semua kesuksesan melalui analisis. Klien merasa dirinya harus tetap sakit karena mereka tidak pantas untuk membaik. Resistensi ini merupakan jenis resistensi yang paling kuat dan paling ditakutkan oleh analisis.

 G. Proses Interpretasi Resistensi

Proses interpretasi resistensi dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:

  1. Terapis meminta klien melakukan asosiasi bebas dan analisis mimpi yang dapat menunjukkan kesediaan klien untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman klien.
  2. Selanjutnya analisis menanyakan bila terjadi hal yang berbeda dengan apa yang di utarakan, misal klien bercerita dengan penuh semangat namun tiba-tiba sedih.

Sedangkan penampilan klinis resistensi, yaitu:

  1. Pasien berdiam diri
  2. Pasien tidak ingin bicara
  3. Afek-afek yang menunjukkan resistensi
  4. Sikap badan pasien
  5. Fiksasi pada waktu
  6. Masalah sepele atau peristiwa-peristiwa eksternal
  7. Menghindari pokok-pokok pembicaraan
  8. Rigiditas
  9. Bahasa penghindaran
  10. Datang terlambat, tidak datang ke jam analitik, lupa membayar
  11. Mimpi-mimpi tidak ada
  12. Pasien bosan
  13. Pasien memiliki suatu rahasia
  14. Memerankan (acting out)
  15. Jam analitik yang sering menggembirakan
  16. Pasien tidak berubah
  17. Resistensi diam (silent resistances)

 2. ASSERTIVE TRAINING

A. Definisi Perilaku Asertif

Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. Frensterhim dan Baer, mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar.

Nelson dan Jones (2006:184) menjelaskan bahwa perilaku asertif adalah perilaku yang merefleksikan rasa percaya diri dan menghormati diri sendiri dan orang lain. Hal ini sejalan dengan pengertian perilaku asertif yang dikemukakan oleh Alberti dan Emmons, yaitu: Perilaku asertif meningkatkan kesetaraan dalam hubungan sesama manusia, yang memungkinkan kita untuk menunjukkan minat terbaik kita, berdiri sendiri tanpa hatrus merasa cemas, mengeekspresikan perasaan kita dengan jujur dan nyaman, melatih kepribadian kita yang sesungguhnya tanpa menolak kebenaran dari orang lain.

B. Definisi Assertive Training

 Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral. Menurut Willis (2004:69) terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinerian dari B.F Skinner. Mula-mula terapi ini dikemabangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar. Dengan kata lain perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil belajar di lingkungan.

Willis (2004:72) menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:

  1. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.
  2. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan padanya.
  3. Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”.
  4. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya
  5. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

Assertive training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

C. Tujuan Assertive Training

Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien. Day (2008:338) menjelaskan bahwa tujuan assertive training membantu klien belajar kemandirian sosial yang diperlukan untuk mengekspresikan diri mereka dengan tepat.

Sedangkan menurut Fauzan (2010) terdapat beberapa tujuan assertive training yaitu

  1. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain.
  2. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak.
  3. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain.
  4. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial.
  5. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

D. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training

 Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984):

  1. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada konselinya.
  2. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya.
  3. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Dengan kata lain, konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya.
  4. Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya.
  5. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang ada difikiran konseli.
  6. Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).
  7. Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya. Konselormemandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.
  8. Melanjutkan latihan perilaku asertif
  9. Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku asertif yang dimaksud. Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.
  10. Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Penguatandibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak mengambil mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.

E. Kelebihan dan Kekurangan Assertive Training

            Kelebihan pelatihan asertif ini akan tampak pada:

  1. Pelaksanaannya yang cukup sederhana,
  2. Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti relaksasi, ketika individu lelah dan jenuh dalam berlatiih, kita dapat melakukan relaksasi supaya menyegarkan individu itu kembali. Pelatihannya juga bisa menerapkan teknik modeling, misalnya konselor mencontohkan sikap asertif langsung dihadapan konseli. Selain itu juga dapat dilaksanakan melalui kursi kosong, misalnya setelah konseli mengangankan tentang apa yang hendak diutarakan, ia langsung mengutarakannya di depan kursi yang seolah-olah dikursi itu ada orang yang dimaksud oleh konseli.
  3. Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui perasaan dan sikapnya.
  4. Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan dalam kelompok. Melalui latihan-latihan tersebut individu diharapkan mampu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang ada pada dirinya, mampu berfikir relistis terhadap konsekuensi atas keputusan yang diambilnya serta yang paling penting adalah menerapkannya dalam kehidupan ataupun situasi yang nyata.

Kelemahan, pelatihan asertif ini akan tampak pada,

  1. Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri
  2. Bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan teknik lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan akan membuat jenuh dan bosan konseli/peserta, atau juga membutuhkan waktu yang cukup lama.

3. RATIONAL EMOTIVE THERAPY

A. Definisi Rational Emotive Therapy

Rational Emotive Therapy dideskripsikan sebagai corak konseling yag menekankan kebersamaan dan interaksi antar berpikir dengan akal sehat (Rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir sehingga menghasilkan perubahan yang berarti dari cara berperasaan dan berperilaku. Jadi, orang yang mengalami gangguan dalam hal perasaannya harus dibantu untuk meninjau kembali bagaimana caranya berpikir dan memanfaatkan akal sehat. Penemu corak konseling Rational-Emotive Therapy adalah Abert Ellise pada tahun 1955.

B. Tujuan dan Sasaran Rational Emotive Therapy

Tujuan → membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan logis sebagai penggantinya. Menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan emosional yang dialami oleh mereka.

Sasaran → menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang raisonal sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal dari orang tua maupun kebudayaan.

 C. Langkah-Langkah Rational Emotive Therapy

Ada empat langkah dalam rational emotive therapy, yaitu:

  1. Langkah Pertama

Menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irrasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya.

  1. Langkah Kedua

Membawa klien ke seberang tahap kesadaran, dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berfikir tidak logis, kemudian mengakuinya. Untuk melangkah ke pengakuan klien atas pikiran pikiran irrasionalnya, dibutuhkan langkah selanjutnya.

  1. Langkah Ketiga

Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irrasionalnya, terapis membantu klien untuk memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat yang tidak realistis.

  1. Langkah Keempat

Menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan irasional.

Sedangkan Ellis (1973) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis yang melakukan Rational Emotive Therapy, yaitu:

  1. Mengajak klien untuk berfikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
  2. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanyya;
  3. Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
  4. Menggunakan suatu analisi logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
  5. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
  6. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi rasionalitas pikiran klien
  7. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris; dan
  8. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pad acara berfikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan yang tidak logis.

D. Karakteristik Proses Rational Emotive Therapy

Ada empat karakteristik dalam proses konseling rasional-emotif, yaitu:

  1. Aktif-direktif
  2. Kognitif-eksperiensial
  3. Emotif-ekspreriensial
  4. Behavioristik

 E. Teknik Rational Emotive Therapy

Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)

a. Assertive adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

b. Bermain peran

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

c. Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

  1. Teknik-Teknik Behavioristik

a.Reinforcement

Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.

b. Social modeling

Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

  1. Teknik-Teknik Kognitif

a. Homework assignments,

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.

Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

b. Latihan assertive

Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah:

  • Mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya.
  • Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain.
  • Mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri.
  • Meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

F. Efektivitas Rational Emotive Therapy

  1. Kelebihan Rational Emotive Therapy

a. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan demikian, perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.

b. Berfikir logis yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi masalah yang lain.

c. Klien merasa dirinya mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.

d. Para konseli bisa memperoleh sejumlah besar pemahaman dan akan menjadi sangat sadar akan sifat masalahnya.

e. Menekankan pada peletakan pemahaman yang baru di peroleh ke dalam tindakan yang memungkinan pada konseli mempraktekkan tingkah laku baru dan membantu mereka dalam pengkondisian ulang

  1. Kelemahan Rational Emotive Therapy

a. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logis dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu cerdas otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.

b. Ada sebagian klien yang begitu terpisah dari realitas sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.

c. Ada juga sebagian klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya dalam hidupnya, dan tidak mau berbuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka

d. Terapis yang tidak terlatih memandang terapi sebagai “pencecaran” konseli dengan persuasi, indoktrinasi logika dan nasehat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Corey, Gerald. (1988). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.

Dwi Riyanti, B. P. & Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Nelson-Jones, Richard. (2006). Teori dan praktik konseling dan terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semiun, Y. (2006). Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik reud. Yogyakarta: Kanisius.

 

 

PSIKOTERAPI : ANALISIS RESISTENSI, ASSERTIVE TRAINING, DAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY (RET)

PSIKOTERAPI

ANALISIS RESISTENSI, ASSERTIVE TRAINING, DAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY (RET)

 

 

Disusun Oleh:

3 PA 11

Kelompok 2

NO. NAMA MAHASISWA NPM
1. Elsya Tantri Mayangsari 13514531
2. Ershinta Nevi Astuti 13514644
3. Fahri Ferdiansyah 13514792
4. Fathi Maria Ulfa 14514039
5. Febriana Denovinsa 14514114
6. Hani Dwi Apriliani 14514746
7. Hardiningtyas Dewi W. 14514785

 

 

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

DEPOK

JULI 2017

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………….    i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………..   ii

 1. ANALISIS RESISTENSI ………………………………………………………………   1

  1. Definisi Resistensi…………………………………………………………………………………….  1
  2. Tujuan Analisis Resistensi ………………………………………………………………………  2
  3. Teori Analisis Resistensi …………………………………………………………………………  2
  4. Ciri Analisis Resistensi ……………………………………………………………………………  5
  5. Klasifikasi Analisis Resistensi…………………………………………………………………  5
  6. Macam-Macam Resistensi ……………………………………………………………………..  6
  7. Proses Interpretasi Resistensi ……………………………………………………………….  7

 2. ASSERTIVE TRAINING………………………………………………………………  7

  1. Definisi Perilaku Asertif………………………………………………………………………..  7
  2. Definisi Assertive Training …………………………………………………………………..  8
  3. Tujuan Assertive Training…………………………………………………………………….  9
  4. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training…………………………………………..  10
  5. Kelebihan dan Kekurangan Assertive Training ………………………………..  12

3. RATIONAL EMOTIVE THERAPY……………………………………………… 13

  1. Definisi Rational Emotive Therapy……………………………………………………  13
  2. Tujuan dan Sasaran Rational Emotive Therapy……………………………….  14
  3. Langkah-Langkah Rational Emotive Therapy………………………………….  14
  4. Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif ……………………………  16
  5. Teknik Konseling Rasional-Emotif ………………………………………………….  16
  6. Efektivitas Rational Emotive Therapy …………………………………………….  18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………   20

 

JENIS – JENIS TERAPI

 

Berikut adalah beberapa jenis terapi berdasarkan aliran dari psikoanalisa, behaviorisme, dan kognitif behavioristik. Banyak jenis terapi yang bisa digunakan berdasarkan aliran-aliran tersebut. Terapi yang termaksud dalam aliran psikoanalisa salah satunya adalah analisis resistensi. Assertive training merupakan salah satu jenis terapi dari aliran behavior. Sedangkan rational emotive therapy (RET) merupakan salah satu jenis terapi berdasarkan aliran kognitif behavioristik. Beberapa terapi tersebut akan dibahas dalam makalah ini.

1. ANALISIS RESISTENSI

A. Definisi Resistensi

Resistance didalam bahasa inggris berasal dari kata resist dan ance adalah menunjukkan pada posisi sebuah sikap yang cenderung untuk berperilaku bertahan, menentang, berusaha melawan, dan upaya oposisi. Dalam kajian psikoterapi, resistensi merupakan strategi pertahanan klien untuk mencegah analisis atau terapis masuk dan memahami permasalahan klien.

 Resistensi sebagai suatu konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisa yang bekerja melawan kemajuan terapi dan mencegah klien untuk menampilkan hal-hal yang tidak disadari. Sigmund Frued memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Resistensi bukan sesuatu yang harus diatasi karena hal itu merupakan gambaran pendekatan pertahanan klien dalam kehidupan sehari-hari. Resistensi harus diakui sebagai alat pertahanan menghadapi kecemasan. Interpretasi konselor terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan klien untuk menyadari alasan timbulnya resistensi.

Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut (Corey, 1995).

Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena merupakan perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk bertahan klien terhadap kecemasan, meski sebenarnya menghambat kemampuan untuk menghadapi hidup yang lebih memuaskan (Corey, 1995).

Resistensi adalah semua kekuatan dalam pasien yang menentang prosedur-prosedur dan proses-proses pekerjaan psikoanalitik. Dalam tingkat tertentu, resistensi itu ada dari awal sampai akhir perawatan (Freud, 1912). Resistensi mempertahankan status quo neurosis pasien. Resistensi adalah suatu konsep operasional, bukan sesuatu yang harus diciptakan analisis. Situasi analitik menjadi arena dimana resistensi-resistensi itu mengungkapkan dirinya.

Resistensi adalah pengulangan semua operasi defensif yang telah digunakan pasien dalam kehidupan masa lampaunya. Semua variasi gejala psikis mungkin digunakan untuk tujuan resistensi dan resistensi itu beroperasi melalui ego pasien. Meskipun beberapa aspek dari suatu resistensi mungkin sadar, namun suatu bagian yang penting diadakan oleh ego tak sadar.

B. Tujuan Analisis Resistensi

Analisis dan penafsiran resistensi, ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya, terapis meminta klien menafsirkan resistensi. Tujuannya adalah mencegah material-material mengancam yang akan memasuki kesadaran klien, dengan cara mencegah klien mengungkapkan hal – hal yang tidak disadarinya. Pada tingkat paling sederhana, resistensi itu melibatkan secara sengaja untuk tidak menaati aturan fundamental. Bahkan, jika tingkat resistensi ini diatasi, resistensi akan menemukan cara – cara ekspresi yang tidak terlalu terang-terangan. Ego klien takut pada potensi ketidaksenangan yang disebabkan karena mengeksplorasi materi yang telah direpresi melalui antikateksisnya dan semakin jauh pula asosiasi klien dari materi tidak sadar yang ingin ditemukan oleh analisis.

C. Teori Analisis Resistensi

Dalam hal ini diuraikan dua hal, yakni hubungan antara resistensi dan pertahanan serta hubungan antara resistensi dan regresi.

  1. Resistensi dan Pertahanan

Resistensi menentang prosedur analitik, analisis, dan ego-rasional pasien. Resistensi mempertahankan neurosis, hal yang lama, sudah lazim, dan bersifat kekanak-kanakan supaya tidak diungkapkan dan berubah. Istilah resistensi mengacu pada semua operasi defensif dari perlengkapan mental ketika mereka dibangkitkan dalam situasi analitik.

Pertahanan mengacu pada usaha melindungi diri terhadap bahaya dan rasa sakit serta harus dibedakan dari aktivitas-aktivitas insting yang mencari kenikmatan dan pelepasan. Dalam situasi psikoanalitik, pertahanan memanifestasikan dirinya sebagai resistensi. Freud menggunakan dua istilah tersebut dengan arti yang sama dalam hampir semua tulisannya. Fungsi dari pertahanan pertama-tama adalah fungsi ego, meskipun setiap gejala psikis dapat digunakan untuk tujuan-tujuan defensif.

Pada dasarnya resistensi beroperasi dalam pasien pada ego tak sadarnya, meskipun aspek-aspek tertentu dari resistensinya mudah dicapai oleh ego yang mengamati dan menilai. Kita harus membedakan antara fakta bahwa pasien mengadakan resistensi, bagaimana ia mengadakan resistensi, apa yang dicegahnya, dan mengapa ia mengadakan resistensi (Fenichel, 1941).

Konsep pertahanan mengandung dua unsur pokok, yakni bahaya dan agen untuk melindungi. Konsep resistensi terdiri dari tiga agen, yakni bahaya, kekuatan yang memaksa untuk melindungi ego (irasional), dan kekuatan yang memaksa untuk mengambil risiko, ego pra-adaptif. Kesamaan lain antara pertahanan dan resistensi ialah memiliki hierarki. Konsep pertahanan mengacu pada bermacam-macam aktivitas ego tak sadar, tetapi kita dapat membedakan antara mekanisme-mekanisme pertahanan dalam, tak sadar, otomatis, dan mekanisme-mekanisme pertahanan yang lebih dekat dengan ego sadar. Terdapat juga pemahaman mengenai resistensi. Resistensi meliputi banyak proses, mengenai apakah ia menggunakan proses primer atau proses sekunder dalam menjalankan fungsinya atau apakah ia berusaha mengatur pelepasan insting atau netral.

  1. Resistensi dan Regresi

Regresi adalah konsep deskriptif yang berarti kembali pada suatu bentuk aktivitas mental lebih awal dan lebih primitif (Freud, 1916). Orang-orang cenderung kembali ke tempat-tempat berhenti yang telah menjadi tempat-tempat fiksasi pada masa lebih awal. Fiksasi dan regresi merupakan rangkaian yang saling melengkapi, meskipun demikian kita harus diperhatikan bahwa fiksasi adalah suatu konsep perkembangan sedangkan regresi merupakan suatu defensif. Fiksasi-fiksasi disebabkan oleh disposisi yang dibawa sejak lahir, faktor-faktor konstitusional, dan pengalaman-pengalaman yang membentuk suatu rangkaian saling melengkapi. Fiksasi bisa timbul karena (1) adanya harapan yang tidak bisa hilang bahwa orang pada akhirnya memperoleh kepuasan yang dirindukan, dan (2) frustrasi menyebabkan dorongan-dorongan tidak bisa berkembang karena direpresikan.

Regresi dimotivasikan oleh pelarian dari rasa sakit dan bahaya. Regresi bisa terjadi berkenaan dengan hubungan-hubungan objek dan organisasi seksual (Freud, 1916). Regresi mungkin juga dipahami berkenaan dengan topografi, seperti berpindah dari proses sekunder ke proses primer. Gill (1963) berpendapat bahwa regresi juga menyangkut regresi structural, yakni suatu regresi dalm fungsi perceptual ego yang diungkapkan dengan mengubah pikiran-pikiran menjadi gambaran-gambaran visual. Winnicott (1955) mengemukakan bahwa aspek regresi yang sangat penting adalah regresi fungsi-fungsi ego dan hubungan-hubungan objek, terutama regresi kearah narsisisme primer.

Regresi menempati suatu posisi khusus diantara pertahanan-pertahanan, dan rupanya ada sedikit keraguan apakah regresi itu benar-benar tergolong dalam pertahanan-pertahanan (A. Freud, 1936). Akan tetapi, yang tidak dapat diragukan adalah ego benar-benar menggunakan regresi dalam bermacam-macam bentuk untuk tujuan pertahanan dan resistensi. Peran dari ego agak berbeda dalam hal regresi. Pada umumya, kelihatan bahwa ego lebih pasif dibandingkan dengan perannya dalam operasi-operasi defensif yang lain. Sangat sering terjadi regresi digerakkan oleh frustrasi instingtual pada tingkat tertentu, yang memaksa dorongan-dorongan mencari kalan keluar kea rah mundur (Fenichel, 1945). Sekalipun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu ego memiliki kemampuan untuk mengatur regresi, seperti dilakukannya pada waktu tidur, kejenakaan, dan dalam beberapa aktivitas kreatif (Kris, 1950).

Penyebab langsung dari dari resistensi adalah selalu menghindari suatu afek yang menyakitkan, seperti kecemasan, rasa bersalah, atau malu. Di balik motif ini akan ditemukan suatu impuls instingtual yang telah memicu afek yang menyakitkan itu. Pada akhirnya orang akan menemukan bahwa penyebabnya adalah ketakutan terhadap suatu keadaan traumatik yang coba dihindari oleh resistensi (A. Freud, 1936).

D. Ciri Analisis Resistensi

Ciri terapi psikoanalitik adalah menganalisis resistensi dengan teliti dan sistematis, sedangkan tugas psikoanalisis tidak lain adalah mengungkapkan bagaimana pasien menentang, apa yang ditentang, dan mengapa ia menentang.

E. Klasifikasi Analisis Resistensi

Ada banyak cara mengklasifikasikan resistensi-resistensi. Cara praktis yang sangat penting ialah membedakan resistensi ego-syntonic dan ego-alien. Apabila seorang pasien merasa bahwa suatu resistensi asing baginya, maka ia siap mengerjakannya secara analitik. Bila resistensi itu adalah ego-syntonic, ia mungkin menyangkal adanya, meremehkan maknanya, atau merasionalisasikannya. Salah satu langkah awal yang sangat penting dalam menganalisis suatu resistensi adalah memasukkannya ke dalam resistensi ego-alien pasien. Segera setelah ini dicapai, pasien akan membentuk suatu aliansi kerja dengan analis. Ia akan mengidentifikasikan dirinya untuk sementara dan secara parsial dengan analis karena ia rela mengerjakan resistensi-resistensi itu secara analitik.

Bentuk-bentuk psikoterapi lain berusaha menyingkiri atau mengatasi resistensi-resistensi dengan sugesti, menggunakan obat, atau memanfaatkan hubungan transferensi. Dalam terapi-terapi, yang disebut covering up atau supportive therapies, terapis berusaha memperkuat resistensi-resistensi. Ini mungkin perlu bagi pasien-pasien yang mengalami keadaan psikotik.

F. Macam-Macam Resistensi

 Freud mengikhtisarkan lima macam resistensi, yaitu:

  1. Resistensi represi
  2. Resistensi transferensi
  3. Resistensi untuk melepaskan keuntungan yang didapat dari keadaan sakitnya
  4. Resistensi id, yang mungkin menolak perubahan pada cara pemuasannya dan merasa perlu untuk menelaah medium pemuasan baru
  5. Resistensi yang berasal dari superego, rasa bersalah atau kebutuhan akan hukuman yang tidak disadari yang menolak semua kesuksesan melalui analisis. Klien merasa dirinya harus tetap sakit karena mereka tidak pantas untuk membaik. Resistensi ini merupakan jenis resistensi yang paling kuat dan paling ditakutkan oleh analisis.

 G. Proses Interpretasi Resistensi

Proses interpretasi resistensi dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:

  1. Terapis meminta klien melakukan asosiasi bebas dan analisis mimpi yang dapat menunjukkan kesediaan klien untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman klien.
  2. Selanjutnya analisis menanyakan bila terjadi hal yang berbeda dengan apa yang di utarakan, misal klien bercerita dengan penuh semangat namun tiba-tiba sedih.

Sedangkan penampilan klinis resistensi, yaitu:

  1. Pasien berdiam diri
  2. Pasien tidak ingin bicara
  3. Afek-afek yang menunjukkan resistensi
  4. Sikap badan pasien
  5. Fiksasi pada waktu
  6. Masalah sepele atau peristiwa-peristiwa eksternal
  7. Menghindari pokok-pokok pembicaraan
  8. Rigiditas
  9. Bahasa penghindaran
  10. Datang terlambat, tidak datang ke jam analitik, lupa membayar
  11. Mimpi-mimpi tidak ada
  12. Pasien bosan
  13. Pasien memiliki suatu rahasia
  14. Memerankan (acting out)
  15. Jam analitik yang sering menggembirakan
  16. Pasien tidak berubah
  17. Resistensi diam (silent resistances)

 2. ASSERTIVE TRAINING

A. Definisi Perilaku Asertif

Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau assertion, yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. Frensterhim dan Baer, mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah/ lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan.

Nelson dan Jones (2006:184) menjelaskan bahwa perilaku asertif adalah perilaku yang merefleksikan rasa percaya diri dan menghormati diri sendiri dan orang lain. Hal ini sejalan dengan pengertian perilaku asertif yang dikemukakan oleh Alberti dan Emmons, yaitu: Perilaku asertif meningkatkan kesetaraan dalam hubungan sesama manusia, yang memungkinkan kita untuk menunjukkan minat terbaik kita, berdiri sendiri tanpa hatrus merasa cemas, mengeekspresikan perasaan kita dengan jujur dan nyaman, melatih kepribadian kita yang sesungguhnya tanpa menolak kebenaran dari orang lain.

B. Definisi Assertive Training

 Assertive training merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioral. Menurut Willis (2004:69) terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinerian dari B.F Skinner. Mula-mula terapi ini dikemabangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar. Dengan kata lain perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil belajar di lingkungan.

Willis (2004:72) menjelaskan bahwa assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:

  1. Tidak dapat menyatakan kemarahan atau kejengkelannya.
  2. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan padanya.
  3. Mereka yang mengalami kesulitan berkata “tidak”.
  4. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya
  5. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya.

Corey (2009:215) menjelaskan bahwa: assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

Selain itu Gunarsih (2007:217) dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi menjelaskan pengertian latihan asertif menurut Alberti yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa assertive training atau latihan asertif adalah prosedur latihan yang diberikan untuk membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

C. Tujuan Assertive Training

Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien. Day (2008:338) menjelaskan bahwa tujuan assertive training membantu klien belajar kemandirian sosial yang diperlukan untuk mengekspresikan diri mereka dengan tepat.

Sedangkan menurut Fauzan (2010) terdapat beberapa tujuan assertive training yaitu

  1. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain.
  2. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak.
  3. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain.
  4. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial.
  5. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

D. Tahapan Pelaksanaan Assertive Training

 Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984):

  1. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu karena konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti ajakan temannya.
  2. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya. Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseli sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginkannya.
  3. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Dengan kata lain, konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya. Contoh: Dengan mempelajari secara mendetail kasus yang dialami konselinya, konselor menarik kesimpulan awal bahwa, konseli tidak perlu menuruti terus ajakan temannya yang sebenarnya tidak ia sukai. Perilaku yang ia perlukan adalah menolak dengan jujur, tegas dan sopan ajakan temannya tersebut.
  4. Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya. Setelahkonselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat penjelasannya.
  5. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang ada difikiran konseli. Konselordapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah tersebut.
  6. Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).
  7. Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya. Konselormemandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.
  8. Melanjutkan latihan perilaku asertif
  9. Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku asertif yang dimaksud. Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.
  10. Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Penguatandibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak mengambil mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.

E. Kelebihan dan Kekurangan Assertive Training

            Kelebihan pelatihan asertif ini akan tampak pada:

  1. Pelaksanaannya yang cukup sederhana,
  2. Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti relaksasi, ketika individu lelah dan jenuh dalam berlatiih, kita dapat melakukan relaksasi supaya menyegarkan individu itu kembali. Pelatihannya juga bisa menerapkan teknik modeling, misalnya konselor mencontohkan sikap asertif langsung dihadapan konseli. Selain itu juga dapat dilaksanakan melalui kursi kosong, misalnya setelah konseli mengangankan tentang apa yang hendak diutarakan, ia langsung mengutarakannya di depan kursi yang seolah-olah dikursi itu ada orang yang dimaksud oleh konseli.
  3. Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui perasaan dan sikapnya.
  4. Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan dalam kelompok. Melalui latihan-latihan tersebut individu diharapkan mampu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang ada pada dirinya, mampu berfikir relistis terhadap konsekuensi atas keputusan yang diambilnya serta yang paling penting adalah menerapkannya dalam kehidupan ataupun situasi yang nyata.

Kelemahan, pelatihan asertif ini akan tampak pada,

  1. Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri
  2. Bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan teknik lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan akan membuat jenuh dan bosan konseli/peserta, atau juga membutuhkan waktu yang cukup lama.

3. RATIONAL EMOTIVE THERAPY

A. Definisi Rational Emotive Therapy

Rational Emotive Therapy dideskripsikan sebagai corak konseling yag menekankan kebersamaan dan interaksi antar berpikir dengan akal sehat (Rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir sehingga menghasilkan perubahan yang berarti dari cara berperasaan dan berperilaku. Jadi, orang yang mengalami gangguan dalam hal perasaannya harus dibantu untuk meninjau kembali bagaimana caranya berpikir dan memanfaatkan akal sehat. Penemu corak konseling Rational-Emotive Therapy adalah Abert Ellise pada tahun 1955, yang telah menerbitkan banyak karangan dan buku. Antara lain buku yang berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1992), A New Guide To Rational Living (1975), serta karangan yang berjudul The Rational-Emotive Approach To Counseling dalam buku Burks Theories Of Counseling (1979).

Menurut pengakuan Albert, corak konseling rational-emotive therapy (RET) berasal dari aliran pendekatan kognitif behavioristik. Awalnya terapi ini bernama terapi rasional, namun karena banyak memperoleh anggapan keliru bahwa mengeksplorasi emosi-emosi klien tidak begitu penting bagi Ellis. Sehingga pada tahun 1961 dia mengubah namanya menjadi terapi rasional emotif. Ellis menggabungkan terapi humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapi rasional emotif (TRE). TRE banyak kesamaan dengan dengan terapi yang berorientasi pada kognisi, perilaku dan perbuatan dimana TRE menekankan pada berpikir, memikirkan, mengambil keputusan, menganalisis dan berbuat. TRE didasarkan pada asumsi bahwa kognisi, emosi, dan perilaku berinteraksi secara signifikan dan memiliki hubungan sebab akibat timbal balik.

 B. Tujuan dan Sasaran Rational Emotive Therapy

Rational Emotive Therapy mempunyai tujuan membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan logis sebagai penggantinya. Menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan emosional yang dialami oleh mereka.

Sasaran dari terapi ini adalah untuk menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang raisonal sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal dari orang tua maupun kebudayaan.

 C. Langkah-Langkah Rational Emotive Therapy

Ada empat langkah dalam rational emotive therapy, yaitu:

  1. Langkah Pertama

Menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irrasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukkan banyak keyakinan irrasional, klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinan yang rasional dari keyakinan irrasionalnya dan mencapai kesadaran. Terapis akan mendorong, membujuk, dan suatu saat memerintah klien agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen propaganda.

  1. Langkah Kedua

Membawa klien ke seberang tahap kesadaran, dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berfikir tidak logis, kemudian mengakuinya. Untuk melangkah ke pengakuan klien atas pikiran pikiran irrasionalnya, dibutuhkan langkah selanjutnya.

  1. Langkah Ketiga

Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irrasionalnya, terapis membantu klien untuk memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat yang tidak realistis.

  1. Langkah Keempat

Menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan irasional.

Sedangkan Ellis (1973) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis yang melakukan Rational Emotive Therapy, yaitu:

  1. Mengajak klien untuk berfikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
  2. Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanyya;
  3. Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
  4. Menggunakan suatu analisi logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
  5. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
  6. Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi rasionalitas pikiran klien
  7. Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris; dan
  8. Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pad acara berfikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan yang tidak logis.

D. Karakteristik Proses Rational Emotive Therapy

Ada empat karakteristik dalam proses konseling rasional-emotif, yaitu:

  1. Aktif-direktif

Dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.

  1. Kognitif-eksperiensial

Hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.

  1. Emotif-ekspreriensial

Hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.

  1. Behavioristik

Hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

 E. Teknik Rational Emotive Therapy

Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)

a. Assertive adaptive

Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien

b. Bermain peran

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

c. Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

  1. Teknik-Teknik Behavioristik

a. Reinforcement

Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.

b. Social modeling

Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

  1. Teknik-Teknik Kognitif

a. Homework assignments,

Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.

Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan homework assignment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor.

Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

b. Latihan assertive

Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah:

  • Mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya.
  • Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain.
  • Mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri.
  • Meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.

F. Efektivitas Rational Emotive Therapy

  1. Kelebihan Rational Emotive Therapy

a. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan demikian, perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.

b. Berfikir logis yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi masalah yang lain.

c. Klien merasa dirinya mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.

d. Para konseli bisa memperoleh sejumlah besar pemahaman dan akan menjadi sangat sadar akan sifat masalahnya.

e. Menekankan pada peletakan pemahaman yang baru di peroleh ke dalam tindakan yang memungkinan pada konseli mempraktekkan tingkah laku baru dan membantu mereka dalam pengkondisian ulang

  1. Kelemahan Rational Emotive Therapy

a. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logis dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu cerdas otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.

b. Ada sebagian klien yang begitu terpisah dari realitas sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.

c. Ada juga sebagian klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya dalam hidupnya, dan tidak mau berbuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka

d. Terapis yang tidak terlatih memandang terapi sebagai “pencecaran” konseli dengan persuasi, indoktrinasi logika dan nasehat.

DAFTAR PUSTAKA

 

Corey, Gerald. (1988). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Eresco.

Dwi Riyanti, B. P. & Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Nelson-Jones, Richard. (2006). Teori dan praktik konseling dan terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semiun, Y. (2006). Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik reud. Yogyakarta: Kanisius.

 

 

Pedofilia dan Terapi Untuk Mengatasi nya.

1. Pengertian Pedofilia

Pedofilia adalah orang dewasa yang menjadikan anak-anak dibawah umur sebagai objek atau bahan untuk aktivitas seksnya. Aktivitasnya biasanya berkisar pada memainkan alat kelamin anak, namun bila korban adalah anak perempuan, bisa sampai terjadi penetrasi vagina baik secara parsial maupun secara sempurna. Kadang juga sang anak dipaksa untuk memainkan alat kelamin pedofilikdengan tangan ataupun mulut anak (Hubungan kelamin oral genital).

Biasanya pedofilik dan anak sudah saling mengenal, termasuk tinggal berdekatan dan hubungan antara korban dan pelaku sudah berlangsung sejak lama.

Penyebab pedofilia adalah faktor ketidak matangan, pengalaman belajar, atau psikopatologik.

2. Kriteria pedofilia

Kriteria pedofilia dalam DSM-IV(1994):

1. Selama 6 bulan atau lebih memiliki fantasi seksual, keinginan seks, atau perilaku yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak dibawah umur (umur 13 tahun kebawah).

2. Fantasi, keinginan, mauun perilaku yang melibatkan aktivitas seksual itu menyebabkan kelainan atau kekurangan untuk beraktifitas sehari-hari.

3. Pedofilik berusia minimal 16 tahun dan berbeda usia 5 tahun dari korbannya

American Psychiatric Associaton (APA) memasukkan pedofilia ke dalam Manual Diagnosis dan Statistik Gangguan Jiwa sejak tahun 1968.

Di dalam DSM, yang diperbaharui secara periodik, pedofilia telah dikelompokkan dengan parafilia lainnya – di mana di APA didefinisikan sebagai “suatu dorongan, fantasi, dan perilaku seksual yang berulang, yang melibatkan anak-anak, entah sebagai subyek ataupun angan-angan fantasi”

Namun, pada DSM edisi selanjutnya DSM 5 merujuk suatu diagnosis “gangguan pedofilia”
Pedofilia dijadikan suatu diagnosis “gangguan pedofilik” ketika hal ini membuat orang tersebut merasa cemas, bersalah, berbeda, atau sulit untuk mencapai tujuan hidup, atau jika dorongan mereka untuk kepuasan seksual membuat mereka melakukan hubungan seksual dengan anak dibawah umur di dunia nyata.

3. Penanganan Pedofilia

Pedofilia adalah penyakit kronis. Pengobatan harus difokuskan untuk mengubah perilaku pedofilik  untuk jangka panjang. Pengobatannya berupa tindakan observasi dan antisipasi dari tindakan kriminal. Sekelompok dokter-dokter psikis akan dikerahkan untuk mendukung para pasien.

Pedofilik terkadang akan dianjurkan untuk mengonsumsi pengobatan untuk mengurangi libido seperti medroxyprogesteron asetat, obat-obatan yang mengurangi testosteron dan penghambat serotonin. Lebih lagi, pedofil perlu pengobatan untuk kecanduan alkohol atau stimulan.

Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual harus dilindungi dari kejadian yang berulang. Beberapa anak yang mengalami kekerasan perlu dibawa ke rumah sakit.

Baca lebih lanjut

Psikoterapi Berdasarkan Aliran Psikologi

A. Aliran-aliran dalam Psikologi

1. Psikoanalisa

     Sigmund Freud, pendiri Psikoanalisa, adalah ahli psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia,bukan kepada bagian-bagiannya yang terpisah. Selain itu, dengan memfokuskan pada salah satu aliran saja diharapkan bisa mengenal lebih mendalam pemanfaatan psikologi bagi kehidupan.

    Sigmund Freud, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini merupakan :

  1. Id, merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia.
  2. Ego, merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan.
  3. Superego, merupakan sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego.

     Selain Id dan Superego, menurut Frued, ada mekanisme lain yang juga berpengaruh terhadap perilaku manusia, terutama perilaku yang tidak sehat. Mekanisme ini dinamakan defence mechanism atau mekanisme pertahanan diri. Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress atau pun konflik adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan.

Berikut ini merupakan mekanisme pertahanan diri menurut Freud :

  1. Represi
  2. Reaction Formation
  3. Projection
  4. Rationalitation
  5. Suppression
  6. Sublimation
  7. Compensation
  8. Regression
  9. Denial

2. Behaviourisme

    Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral, baik atau buruk dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang dialami oleh manusia tersebut.

1. Ivan Pavlov ( Classical Conditioning )

     Dari eksperimen yang dilakukan terhadap seekor anjing, Pavlov menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  1. Law of Respondent Conditioning ( Pembiasaan )
  2. Law of Respondent Extinction ( Pemusnahan )

2. John B. Watson

     Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan.

Tiga prinsip dalam aliran behaviorisme:

  1. menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku.
  2. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari.
  3. Memusatkan pada perilaku hewan.

3. B.F. Skinner

    ”Behaviorisme” turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh. Hal ini terutama karena hasil jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F. Skinner. Psikologi stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya perubahan pola ganjaran dan hukuman. Skinner, berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu . Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu:

  1. Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled);
  2. Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapatdijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego ;
  3. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual.

4. Edward Lee Thorndike

     Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara stimulus dan respon. Eksperimennya berupa kucing yang dimasukkan ke dalam sangkar tertutup yang apabila pintunya dapata dibuka, secara otomatis knop di dalam sangkar menutup untuk menguji teori trial and error. Ciri “ciri belajar Trial and Error adalah adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap situasi, ada eliminasi terhadap respon yang salah, ada kemajuan reaksi“ reaksi mencapai tujuan. Sehingga ia menemukan hukum berikut ini:

  1. Hukum Kesiapan ( Law of Readiness )
  2. Hukum Latihan ( Law of Exercise )
  3. Hukum Efek ( Law of Effect )

5. Albert Bandura ( Social Learning )

     Teori Bandura memandang perilaku individu tidak semata-semata refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip teori belajar sosial (observational learning ) bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral melalui proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain.

3. Psikologi Humanistik

    Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. Aliran Humanistik diasaskan oleh Abraham Maslow (1908-1987) dan Carl Rogers (1902-1987). Pendekatan humanisme menekankan cara pikiran, pengamatan serta interpretasi seorang individu mengenai suatu peristiwa.

     Menurut pendekatan ini, motivasi individu adalah kecenderungannya berkembang serta mencapai pemenuhan diri atau self-actualitation, bermakna bahwa setiap individu mempunyai keperluan mengembangkan potensinya ke tahap maksimum walaupun terdapat halangan.

4. Psikologi Gestalt

Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi berasal dari Jerman yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas . Data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer dan Wolfgang Köhler.

1.  Max Wertheimer (1880-1943)

     Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Sekitar tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887- 1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menciptakan adanya ide Gestalt.

     Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.

2. Kurt Koffka (1886-1941)

     Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910. Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.

     Teori Koffka tentang belajar antara lain adalah jejak ingatan (memory traces) yaitu suatu pengalaman yang membekas di otak.

3. Wolfgang Kohler (1887-1967)

     Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin, kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka. Kohler mulai berkarier pada tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun “Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana ia melakukan penyelidikan terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.

     Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan.

B. Psikoterapi 

1. Pengertian Psikoterapi

     Psikoterapi berasal dari dua kata yaitu “psyche” yang artinya jelas yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” dari bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau “mengasuh”, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang.

Menurut Corey (2009) psikoterapi perlu mempertimbangkan tiga karakteristik dari sebuah terapi yang meliputi:

  1. Proses, yang melibatkan interaksi dua pihak formal, professional, legal, dan etis
  2. Tujuan terapi, yakni perubahan kondisi psikologis individu menjadi pribadi yang positif
  3. Tindakan terapi, yang berdasarkan ilmu (teori), teknik, dan kemampuan yang formal.

 

2. Tujuan Psikoterapi Berdasarkan Pendekatannya

  1. Tujuan Psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik menurut Ivey, et aI (1987) adalah : membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
  2. Tujuan Psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisis menurut Corey (1991) dirumuskan sebagai : membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
  3. Tujuan Psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey, et aI (1987) adalah : untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberikan jalan bagi pertumbuhan dirinya yang unik.
  4. Tujuan Psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, dijelaskan oleh Ivey, et aI (1987) sebagai berikut : untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan berperilaku dan untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan. Arah perubahan perilaku yang khusus ditentukan oleh klien.
  5. Tujuan Psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et aI (1987) sebagai berikut : agar seseorang lebih menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung jawab terhadap arah kehidupan seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
Sobur, Alex. 2009. Psikologi umum. Bandung: Pustaka Setia.

Hashim, Sahabuddin., dkk. Psikologi pendidikan. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing Sdn. Bhd.

Gunarsa, singgih D. 2004. Konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Corey, Gerald. 2009. Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama

Intervensi Motivasi Kerja

Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia pasti membutuhkan adanya dorongan niat, atau bisa juga disebut dengan motivasi. Saat ingin lapar pasti manusia akan mempunyai dorongan untuk mencari makanan yang dapat dimakan, jika haus akan mencari air yang dapat diminum, begitu juga dengan bekerja. Setiap orang pasti memiliki motivasi berbeda-beda antara satu dengan yang lain dalam hal giat tidaknya bekerja. Maka dari itu perusahaan harus dapat secerdik mungkin memberikan intervensi agar motivasi kerja para karyawannya tinggi sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaan nya dengan baik.

Intervensi untuk meningkatkan motivasi kerja pun beragam, seperti :

  1. Menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan dan baik untuk para karyawan, jadi lingkungan tempat karyawan bekerja juga harus diperhatikan, harus selalu bersih dan rapih sehingga karyawan akan merasa nyaman saat mengerjakan tugasnya.
  2. Jadilah pemimpin yang tegas namun tetap ramah kepada karyawan sehingga dapat akrab dengan karyawan tapi tetap disegani oleh para karyawan.
  3. Berikan karyawan jaminan dan asuransi seperti asuransi kesehatan dan keselamatan kerja.
  4. Adakan Family Gathering saat akhir tahun untuk mepererat tali persaudaraan antar karyawan
  5. Berikan karyawan upah bonus di saat karyawan tetap bekerja melebihi batas waktu jam kerja (lembur)
  6. Adanya pengakuan atau pujian terhadap karyawan yang dapat mengerjakan suatu pekerjaan dengan sangat baik, hal tersebut akan membuat karyawan merasa diakui dan senang akan apa yang telah dilakukannya.

Perencanaan dan Pengembangan Karir

A. PERENCANAAN KARIR

Perencanaan karier adalah suatu perencanaan tentang kemungkinan seorang karyawan suatu organisasi atau perusahaan sebagai individu yang menata proses kenaikan pangkat atau jabatan sesuai persyaratan dan kemampuannya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Karir

      Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perencaan karir, di mana seseorang akan mengakui dan mau mempertimbangkan faktor-faktor tersebut saat mereka merencanakan karir, yaitu sebagai berikut :

  1. Tahap Kehidupan Karir

Seseorang akan berubah secara terus menerus dan kemudian memandang perbedaan karir mereka pada berbagai tingkatan dalam hidupnya.

2. Dasar Karir

Setiap orang dapat memiliki aspirasi, latar belakang dan pengalaman yang berbeda satu dengan yang lain.

Ada lima perbedaan motif dasar karir yang menjelaskan jalan bagi orang-orang untuk memilih dan mempersiapkan karirnya, di mana mereka menyebutnya sebagai jangkar karir (career anchors) yaitu antara lain:

  • Kemampuan manajerial

Tujuan karir bagi manajer adalah untuk meningkatkan kualitas dari diri sendiri, analitis dan kemampuan emosional.

  • Kemampuan fungsional-teknis

Digunakan para teknisi yang akan melanjutkan pengembangan dari bakat teknisnya. Orang-orang tersebut tidak mencari kedudukan dalam manajerial.

  • Keamanan

Digunakan untuk kesadaran keamanan individu untuk memantapkan kesadaran karir mereka.

  • Kreativitas

Seseorang yang kreatif memiliki sedikit sikap seperti pengusaha. Mereka ingin menciptakan atau membangun sesuatu yang benar-benar milik mereka.

  • Otonomi dan kebebasan

Dasar karir ini digunakan untuk orang yang memiliki hasrat kebebasan agar bebas dari aturan-aturan organisasi. Mereka menilai otonomi dan ingin menjadi bos dari mereka sendiri dan bekerja pada langkah mereka sendiri.

Tujuan Perencanaan Karir

Andrew J. Dubrin (1982) menguraikan sejumlah tujuan pengembangan karir yang dijabarkan sebagai berikut:

  1. Membantu pencapaian tujuan individu dan perusahaan dalam pengembangan karier karyawan yang merupakan hubungan timbal balik yang bermanfaat bagi kesejahteraan karyawan dan tercapainya tujuan perusahaan. Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik kemudian menduduki posisi jabatan yang lebih tinggi, ini menunjukkan bahwa tercapai tujuan perusahaan dan tujuan individu.
  2. Menunjukkan Hubungan Kesejahteraan Pegawai Perusahaan merencanakan karir pegawai dengan meningkatkan kesejahteraannya sehingga memiliki loyalitas yang lebih tinggi.
  3. Membantu pegawai menyadari kemampuan potensinya. Pengembangan karir membantu menyadarkan pegawai akan kemampuannya untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan potensi dan keahliannya.
  4. Memperkuat hubungan antara Pegawai dan Perusahaan Pengembangan karier akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai terhadap perusahaannya.
  5. Membuktikan Tanggung Jawab Sosial Pengembangan karier suatu cara menciptakan iklim kerja yang positif dan pegawai-pegawai lebih bermental sehat.
  6. Membantu memperkuat pelaksanaan program-program Perusahaan Pengembangan karir membantu program-program perusahaan lainnya agar tercapai tujuan perusahaan.
  7. Mengurangi Turn over (pergantian karyawan karena mengundurkan diri) dan Biaya Kepegawaian Pengembangan karier dapat menjadikan turnover rendah dan begitu pula biaya kepegawaian menjadi lebih efektif.
  8. Mengurangi Keusangan Profesi dan Manajerial Pengembangan karier dapat menghindarkan dari keusangan dan kebosanan profesi dan manajerial.
  9. Menggiatkan Analisis dari Keseluruhan Pegawai Perencanaan karir dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja dan kepegawaian
  10. Menggiatkan Pemikiran (Pandangan) Jarak Waktu yang Panjang Pengembangan karier berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal ini karena penempatan suatu posisi jabatan memerlukan persyaratan dan kualifikasi yang sesuai porsinya.

Perencanaan Karir terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Perencanaan Karir Individual (Individual Career Planning)
Perencanaan karir individual terfokus pada individu yang meliputi latihan diagnostic, dan prosedur untuk membantu individu tersebut menentukan “siapa saya” dari segi potensi dan kemampuannya. Mereka menemukan diri mereka dalam “transisi karier” dengan kata lain membutuhkan pekerjaan baru.

Perencanaan karir individual meliputi :

  1. Penilaian diri untuk menentukan kekuatan, kelemahan, tujuan, aspirasi, preferensi, kebutuhan, ataupunjangka karirnya (career anchor)
  2. Penilaian pasar tenaga kerja untuk menentukan tipe kesempatan yang tersedia baik di dalam maupun di luar organisasi
  3. Penyusunan tujuan karir berdasarkan evaluasi diri
  4. Pencocokan kesempatan terhadap kebutuhan dan tujuan serta pengembangan strategi karir
  5. Perencanaan transisi karir.

2. Perencanaan Karir Organisasional (Organizational Career Planning)
Perencanaan karir organisasional mengintegrasikan kebutuhan SDM dan sejumlah aktivitas karir dengan lebih menitikberatkan pada jenjang atau jalur karir (career path).

 

Tujuan program perencanaan karir organisasional adalah :

  1. Pengembangan yang lebih efektif tenaga berbakat yang tersedia.
  2. Kesempatan penilaian diri bagi karyawan untuk memikirikan jalur-jalur karir tradisional atau jalur karir yang baru.
  3. Pengembangan sumber daya manusia yang lebih efisien di dalam dan di antara divisi dan/atau lokasi geografis
  4. Kepuasan kebutuhan pengembangan pribadi karyawan
  5. Peningkatan kinerja melalui pengalaman on the job training yang diberikan oleh perpindahan karir vertical dan horizontal
  6. Meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan yang dapat menyebabkan berkurangnya perputaran karyawan
  7. Suatu metode penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

 

B. PENGEMBANGAN KARIR

Pengembangan karir adalah aktivitas kepegawaian yang membantu pegawai-pegawai merencanakan karir masa depan mereka di perusahaan agar perusahaan dan pegawai yang bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan karir 

  1. Sikap atasan, rekan kerja dan bawahan
  2. Pengalaman
  3. Pendidikan
  4. Prestasi

Menurut konsep Schein dalam Dubrin (1989), faktor yang mempengaruhi pengembangan karir adalah :

  1. manajerial competence
  2. technical/fungsional competence
  3. security
  4. creativity
  5. autonomy independence

Tujuan Pengembangan Karir

Tujuan pengembangan karir sebagai kegiatan manajemen SDM pada dasarnya untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan pekerjaan oleh para pekerja, agar semakin mampu memberikan kontribusi terbaik dalam mewujudkan tujuan bisnis organisasi/perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan yang semakin baik dan meningkat, itu berpengaruh langsung pada peluang bagi seseorang pekerja untuk memperoleh posisi/jabatan yang diharapkan dan dicita- citakan.

Menurut Handoko (2000) tujuan pengembangan karir adalah:

  1. Untuk mengembangkan para karyawan agar dapat dipromosikan
  2. Untuk mengungkapkan potensi karyawan
  3. Untuk mendorong pertumbuhan
  4. Untuk mengurangi penimbunan
  5. Untuk memuaskan kebutuhan karyawan
  6. Untuk meningkatkan karir

Sedangkan menurut Moekijat (1995) bahwa tujuan pengembangan karir antara lain:

  1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan  dengan cepat dan efektif
  2. Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional
  3. Untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan teman-teman sesama karyawan dengan pimpinan.

 

Sumber :

http://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-dan-tujuan-pengembangan-karir.html

http://manajemena2011.blogspot.co.id/2013/05/perencanaan-karier.html

http://www.psychologymania.com/2013/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi_6.html

 

Tugas Rancangan Training

Nama : Fathi Maria Ulfa (14514039)

Kelas : 3pa11

Tugas Psikologi Manajemen

  1. Nama Perusahaan :
    PT. Mamegummy
  2. Deskripsi :

Perusahaan ini bergerak dibidang makanan ringan seperti es krim, kue, permen dan wafer. Di dirikan pada tanggal 2 November 2014, dengan tujuan untuk memproduksi makanan ringan yang berbentuk unik seperti salah satu animasi dari Sanrio yaitu mamegoma dengan harapan dapat menarik minat dari anak yang memakannya sehingga anak senang untuk makan produk dari kami.

3. Judul Training

To Train Your Skill and Knowledge

4. Sasaran Training

Pelatihan ini diikuti oleh semua karyawan dari Food and Beverage Department.

  • Sasaran Kognitif :
    Pelatihan diharapkan membuat karyawan mengetahui prosedur pembuatan produk
  • sasaran Afektif :
    Pelatihan ini diharapkan membuat karyawan mengerti akan pentingnya kerjasama antar karyawan
  • Sasaran Psikomotor :
    Pelatihan ini diharapkan dapat membuat karyawan menguasai alat-alat yang ada di perusahaan untuk membuat produk

5. Tujuan Training :

  1. Untuk meningkatkan ketrampilan karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.
  2. Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi
  3. Untuk memberikan orientasi kepada karyawan tentang kinerja yang baik untuk perusahaan

6. Durasi :

Pelatihan ini diadakan selama 3 hari pada hari Jum’at, Sabtu dan Minggu.

7. Waktu dan Tempat :

Hari / Tanggal : 28-30 Oktober 2016

Waktu :

Dimulai pada 08.00 WIB tanggal 28 Oktober 2016 sampai dengan 21.00 WIB tanggal 30 Oktober 2016

Tempat : Aula Hotel Bumikara

8. Metode yang digunakan :

Metode simulasi, Diskusi Kelompok, Couching and Counseling

9.Tahap Pelaksanaan:

  • Tahapan Pertama :
  1. Pengumpulan peserta
  2. Berangkat Menuju Tempat pelatihan
  3. Pemberian Fasilitas dan Logistik
  4. Persiapan Untuk Pemberian Materi melalui metode Couching And Counseling (Technical Meeting)
  5. Pemberian materi untuk sasaran kognitif, yaitu agar karyawan dapat mengetahui prosedur pembuatan produk
  • Tahapan Kedua :
  1. Pengumpulan peserta
  2. Pemberian materi dengan menggunakan metode diskusi Kelompok
  3. Pemberian materi dengan sasaran afektif, yaitu diharapkan karyawan mempelajari pentingnya kerja sama antar karyawan
  • Tahapan Ketiga :
  1. Pengumpulan peserta
  2. Pemberian materi dengan menggunakan metode simulasi
  3. Pemberian materi dengan sasaran psikomotor, yaitu diharapkan karyawan menguasai alat-alat yang digunakan untuk membuat produk

Teknik Merancang Pekerjaan Berdasarkan Pendekatan Psikologi

Pendekatan psikologi pada Job design ditandai dengan asumsi bahwa efektivitas dan efesiensi yang berkorelasi dengan kepuasan. Terdapat tiga teknik dalam merancang pekerjaan berdasarkan pendekatan psikologi, yaitu:

  1. Job Enlargement

Job Enlargement adalah praktek yang memperluas isi dari pekerjaan yang meliputi jenis dan tugas dalam tingkat yang sama. Job enlargement seharusnya dapat menambah kesenangan untuk bekerja tapi tidak diwajibkan memberikan pekerja tanggung jawab lebih.

2. Job Enrichment 

Job Enrichment merupakan upaya untuk memotivasi karyawan dengan memberi mereka kesempatan untuk menggunakan berbagai kemampuan mereka.Job enrichment adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan dan menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks.

3. Social technical

Teori Sistem Sosio-Tteknis (socio-technical systems theory) merupakan cara memandang organisasi yang menekankan keterkaitan dimensi teknis dan dimensi sosial. Teori sistem sosio-teknis mengartikan sistem sebagai selain terdiri dari unsur-unsur yang berkaitan, juga bersifat terbuka. Pengertian ‘terbuka’ di sini berkaitan dengan  lingkungan organisasi.Sebuah sistem yang terbuka dirancang sedemikian rupa agar dimensi teknis maupun sosialnya tidak hanya berkaitan satu sama lain, tetapi juga dengan lingkungan mereka. Teori sistem sosio-teknis menganggap bahwa setiap organisasi bertujuan menjamin pekerja dan teknologi mendukung sebuah proses kerja yang selaras dengan lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Muasal Pandangan Sosio-Teknis

http://ferilferdian87.blogspot.co.id/2010/11/manajemen-sumber-daya-manusia.html

http://agungtriantoro.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-job-enrichment.html